Sumber ekon.go.id |
Jakarta, Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin menghadiri Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Asia Timur ke-19 di Vientiane, Laos, Jumat (11/10).
Ditemani Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Wapres memimpin delegasi
Indonesia dalam pertemuan yang mempertemukan negara-negara seperti Tiongkok,
India, Jepang, Amerika Serikat, Rusia, serta ASEAN. KTT ini menjadi forum
strategis untuk mengelola dinamika kawasan berdasarkan Piagam ASEAN yang
menjunjung nilai saling menghormati, non-intervensi, dan kerja sama.
Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin membahas berbagai isu
geopolitik seperti konflik di Laut Tiongkok Selatan, Myanmar, Semenanjung
Korea, hingga Ukraina dan Timur Tengah. Fokus utama pembahasan adalah
pentingnya menjaga perdamaian dan stabilitas di Asia-Pasifik, di mana para
pemimpin sepakat bahwa kerja sama multilateral berbasis norma dan hukum
internasional sangat diperlukan untuk menangani konflik di kawasan.
Wapres Ma'ruf Amin menekankan bahwa situasi global saat ini
semakin mengkhawatirkan dengan munculnya berbagai konflik dan ketegangan. “Dunia
sedang tidak baik-baik saja. Konflik dan perang bermunculan, defisit kepercayaan
meningkat, kerja sama konstruktif sulit terwujud. Jika kita tidak mengatasi ini
secara segera, masa depan dunia, termasuk pencapaian pembangunan berkelanjutan
(SDG) hanya akan menjadi Impian,” ujar Wapres dalam pidatonya. Ia menyoroti perlunya
implementasi nyata dari komitmen yang telah disepakati untuk menjaga kestabilan
kawasan dan memajukan pertumbuhan ekonomi.
Salah satu isu penting yang diangkat Wapres adalah krisis
kemanusiaan di Palestina. Ia menyerukan agar para pemimpin bersikap tegas dalam
menjalankan hukum internasional dan mendukung "Solusi Dua Negara"
sebagai penyelesaian konflik Palestina. Selain itu, Wapres juga menekankan
pentingnya KTT Asia Timur sebagai medium untuk meningkatkan saling percaya
melalui dialog.
Wapres Ma'ruf Amin juga memanfaatkan kesempatan ini untuk
mengangkat potensi pasar halal global sebagai peluang kerja sama ekonomi
regional. Hal ini sejalan dengan dorongan Menko Airlangga yang menginginkan KTT
Asia Timur menjadi jembatan kerja sama ekonomi yang inklusif, guna menghadapi
tantangan ekonomi global seperti proteksionisme, disrupsi rantai pasok, dan
volatilitas pasar energi.